Play list mp3

  • Canon in DJohann Pachelbel
  • Artist 5
  • Nightmare SideSet Stori
  • Angklung Preman Pensiun
  • Canon Rock (JerryC)by Funtwo
  • 105.9 FM Ardan RadioStreaming Radio
  • Jailhouse RockElvis Presley
  • Smooth CriminalMichael Jackson
  • Y.M.C.AVillage People
  • Johnny B. GoodeChuck Berry
  • House of the Rising SunThe Animals
  • Don't Stop Me NowQueen
  • Never Gonna Give You UpRick Astley
  • Sweet Child O' MineGuns N' Roses
  • The Final CountdownEurope
  • My Heart Will Go OnCéline Dion
  • ImagineJohn Lennon
  • Hey JudeThe Beatles
  • Take Me Home, Country RoadsJohn Denver

Terjemahan Safinah

( بِسْمِ الله الرحمَنِ الحيمِ )
SAFINATUN NAJAH


۞ Biografi Penulisclick to collapse contents


۞ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ ۞

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


Penulis kitab safinah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliau juga seorang politikus dan pengamat militer negara­-negara Islam. Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu ke­agamaan.

Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim me­mulai pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah peng­awasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih hasil yang baik dan prestasi yang tinggi. Beliau juga mempelajari bidang­-bidang lainnya seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman. 

Tercatat di antara nama-nama gurunya adalah:

  1. Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair 
  2. Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan 
Setelah mendalami berbagai ilmu agama, di hadapan para ulama dan para gurunya yang terkemuka, beliau memulai langkah dakwahnya dengan berprofesi sebagai Syekh Al Qur'an. Di desanya, pagi dan sore, tak henti-hentinya beliau mengajar para santrinya dan karena keikhlasan serta kesa­barannya, maka beliau berhasil mencetak para ulama ahli Al-Qur'an di zamannya. Beberapa tahun berikutnya para santri semakin bertambah banyak, mereka berdatangan dari luar kota dan daerah-daerah yang jauh sehingga beliau merasa perlu untuk menambah bidang-bidang ilmu yang hendak diajar­kannya seperti: ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Syekh Salim telah berhasil mencetak para ulama yang terkemuka di zamannya, tercatat di antara mereka adalah:
  1. Habib Abdullah bin Toha Al-Haddar Al-Haddad. 
  2. Syekh Al Faqih Ali bin Umar Baghuzah. 
Selain sebagai seorang pendidik yang hebat, Syekh Salim juga seorang pengamat politik Islam yang sangat disegani, beliau banyak memiliki gagasan dan sumbangan pemikiran yang menjembatani persatuan umat Islam dan membangkitkan mereka dari ketertinggalan. Di samping itu beliau juga banyak memberikan dorongan kepada umat Islam agar melawan para penjajah yang ingin merebut daerah-daerah Islam.
 
Pada suatu ketika Syekh Salim diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang terletak di daerah Yaman agar membeli per­alatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut. Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan. Dalam masa pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh dengan cara­-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan me­reka, bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif kepada mereka.
 
Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim diangkat men­jadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada tahun­-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan cenderung meremehkan dan menghina, kon­disi tersebut semakin memburuk karena tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi yang kurang kondusif akhirnya beliau meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India. Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau Jakarta.
 
Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakan­nya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-­majlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus diha­dapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mende­kat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda. Martin van Bruinessen dalam tulisan­nya tentang kitab kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan komentar yang menarik terhadap tokoh kita ini.
 
Dalam beberapa alenia dia menceritakan per­bedaan pandangan dan pendirian yang terjadi antara dua orang ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah menjadi perdebatan di kalangan umum. Pada saat itu, tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian Sayyid Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda. Sayyid Usman bin Yahya sendiri pada waktu itu, sebagai Mufti Batavia yang diangkat dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha menjem­batani jurang pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil hati para pejabatnya.
 
Oleh karena itu, beliau mem­berikan fatwa-fatwa hukum yang seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Setelah berdua bertemu dan berdiskusi langsung mendapat penjelasan yang jitu dan mantap atas siasat dan strategi Sayyid Utsman bin Yahya maka Syaekh Salim taslim dan paham atas segala tindakan Habib Utsman bin Yahya yang terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut cukup kuat untuk menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh Salim bin Sumair yang sangat anti de­ngan pemerintahan yang dholim, apalagi para penjajah dari kaum kuffar.
 
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al Qur'an. Salah satu temannya yaitu Syekh Ahmad Al-Hadhrawi dari Mekkah mengatakan: "Aku pernah melihat dan mendengar Syekh Salim menghatamkan Al Qur'an hanya dalam keadaan Thawaf di Ka'bah". Syekh Salim meninggal dunia di Batavia pada tahun 1271 H (1855 M).
 
Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya Kitab Safinah yaitu kitab yang sudah kita terjemahkan ini. Al-Fawaid AI-Jaliyyah. Sebuah kitab yang mengecam sistem perbankan konfensional dalam kaca mata syari'at

۞ Tentang Kitab Safinahclick to collapse contents


۞ Sekilas Tentang Kitab Safinah ۞

Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tu­hannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sa­ngatlah besar manfaatnya. Di setiap kampung, kota dan negara hampir semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkan­nya, baik secara individu maupun kolektif. Di berbagai negara, kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri maupun para ulama sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama.Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:
  • Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara ter­padu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar­dasar syari'at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.
  • Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki ke­mauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat. 
  • Kitab ini ditulis oleh seorang ulama yang terkemuka dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, terutama fiqh dan tasawwuf. Yang sangat menarik, orang lebih menge­nal nama kitabnya dari pada nama penulisnya. Hal yang demikian itu mungkin saja berkat keikhlasan dan ke­tulusan penulis. 
  • Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar agama bagi para pemula. Di Hadramaut Yaman, Madinah, Mekkah dan kota lainnya,para ulama me
  • Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi ke­butuhan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu untuk mempelajari­nya. 
  • Kitab Safinah ini dengan izin Allah SWT. dan atas kehendak-Nya telah tersebar secara luas di kalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut Madzhab Imam Syafi'i ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab maupun Ajam seperti Yaman, Mekkah, Madinah, Jeddah, Somalia, Ethiopia, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai belahan negara-negara Afrika.Namun demikian perhatian yang paling besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu, yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara lainnya.
  • Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan lainnya. 
Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah berkhidmah (mengabdi) kepada kitab Safinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka masing-masing. Banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku pen­jelasan) kitab Safinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah: 
  1. Kitab Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan dengan syarah kitab safinah). Kitab syarah ini adalah yang terbesar dan terluas dari yang lainnya, dipenuhi dengan masalah-masalah fiqih yang pokok dan mendasar. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama dari Jawa Barat yaitu Syekh Nawawi Banten. Beliau dilahirkan pada tahun 1230 H (1815M) dan berangkat ke Mekkah untuk mencari ilmu ketika masih kecil. Setelah mendalami ilmu agama, di kota suci Mekkah, beliau juga belajar dari para ulama di kota suci Madinah, Syiria, dan Mesir. Beliau mengajar di Masjidil Haram Mekkah selama puluhan tahun sampai meninggal dunia pada tahun 1314 H (1897 M) 
  2. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah (Permata yang mahal dalam keterangan safinah). Kitab ini sangat penting untuk dimiliki oleh para pecinta ilmu, karena dilengkapi dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al­Qur'an dan Hadis Nabsaw. Kitab ini ditulis oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Al-Hadrawi, seorang ulama dari Mekkah. Kitab ini ditulis pada awalnya di kota Musowwi' Ethiopia, atas petunjuk gurunya yaitu Syekh Muhammad Asy-Syadzili Maroko dan diselesai­kan di kota Thaif. Penulis syarah ini dilahirkan di Iskandariah Mesir pada tahun 1252 H (1837 M) dan me­ninggal dunia di Mekkah pada tahun 1327 H (1909 M). 
  3. Kitab Nailur Raja Syarah Safinah Naja (Meraih harapan dengan syarah safinah), Syarah ini sangat dipenuhi de­ngan ilmu, hampir menjadi kebutuhan setiap pengajar yang akan menerangkan kitab Safinah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar dari Hadramaut Yaman, yaitu Sayyid Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syatiri. Beliali dilahirkan di kota Tarim Hadramaut pada tahun 1312 H (1895 M), dan di sana pula beliau mempelajari ilmu agama sehingga tumbuh berkembang menjadi ulama yang terkemuka. Beliau sangat dicintai gurunya yaitu Syaikhul Islam, Sayyid Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, ulama besar di zamannya. Penulis syarah in' meninggal dunia pada usia yang masih muda, yaitu sebelum beliau berumur 50 tahun. 
  4. Kitab Nasiimul Hayah Syarah Safinall Najah. Syarah ini hampir sama dengan syarah yang ditulis oleh Syekh Nawawi Banten, tetapi memiliki tambahan dengan ba­nyaknya dalil dan perincian yang teliti. Kitab ini ditulis oleh Syekh Al-Faqih Al-Qodhi Abdullah bin Awad bin Mubarok Bukair, seorang ulama kenamaan yang ahli dalam bidang fiqih di Hadramaut Yaman. Beliau di­lahirkan di desa Ghail Bawazir tahun 1314 H (1897 M). Sejak kecil beliau sangat gemar mendalami ilmu syari'at dari berbagai ulama di antaranya adalah Al-Imam Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Syekh Umar bin Mubarok Badubbah, Syekh Umar bin Salim Bawazir dan lain-lain. Setelah tersebar keilmuannya, beliau menjadi qodhi di Mukalla sejak tahun 1351 H (1933 M) sampai tahun 1386 H (1967 M). Syekh Abdullah meninggal dunia pada tahun 1399 H (1979 M) di kota Mukalla setelah memberikan pengabdiannya yang tulus kepada umat Islam 
  5. Kitab Innarotut Duja Bitanwiril Hija Syarah Safinah Naja. Salah satu syarah yang sangat otentik dan terpercaya karena dipenuhi dengan argumentasi dari Al-Qur'an dan had's. Yang unik, syarah ini ditulis oleh salah satu ulama dari Madzhab Maliki yaitu Syekh Muhammad bin Ali bin Husein Al-Maliki, seorang ulama yang sangat ahli dalam berbagai ilmu agama, Beliau juga sangat ter­pandang dalam bidang ilmu bahasa dan sastra Arab. Beliau dilahirkan di Mekkah tahun 1287 H 0 870 M) dan meninggal dunia tahun 1368 H (1949 M). Puncak kemasyhurannya adalah ketika beliau diangkat sebagai Mufti Madzhab Maliki di kota suci Mekkah A1-Mu­karromah. Tokoh kita ini juga sangat produktif, koleksi karyanya lebih dari 30 kitab, di antaranya adalah syarah safinah tersebut. 
Dari kalangan para ulama ada pula yang tertarik men­jadikan kitab safinah ini dalam bentuk syair-syair yang di­gubah dengan mudah dan indah, tercatat di antara nama-nama mereka adalah:
  1. Sayyid Habib Abdullah bin Ali bin Hasan Al-Haddad. 
  2. Sayyid Habib Muhammad bin Ahmad bin Alawy Ba'agil. 
  3. Kyai Syekh Shiddiq bin Abdullah, Lasem. 
  4. Syekh Muharnrnad bin All Zakin Bahanan. 
  5. Sayyid Habib Ahmad Masyhur bin Thoha Al-Haddad. 
Dari tulisan di atas, kiranya kita telah mampu memahami betapa penting kitab safinah ini, untuk menjadi pijakan bag] para pemula dalam mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu safinah yang berarti "perahu" dia akan me­nyelamatkan para pecintanya dari gelombang kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT. Amin.
 
Dikutip Dari :TERJEMAHAN KITAB SYAFINATUN NAJAH, Fiqh Ibadah Praktis Dan Mudah Terjemahan Dan Penjelasan
Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan

۞ Pendahuluan Kitabclick to collapse contents


۞ Pendahuluan Kitab ۞

Safinah An-Najah

Karangan Syaikh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Sumair al-Hadhromi
Madzhab Syafi'i
 
 
Pembuka

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين ،وصلى الله وسلم على سيدنا محمد خاتم النبيين ،واله وصحبه أجمعين ، ولاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ،

 

Bismillaahirrohmaanirrohiim . Alhamdulillaahi Robbil 'Aalamin . Wabihii Nasta'iinu 'Alaa Umuuriddunyaa Waddiini . Washollallaahu 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Khootamannabiyyiina Wa Aalihii Washohbihii Ajma'iina . Walaa Hawla Walaa Quwwata Illaa Billaahil'aliyyil 'Azhiim . 

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang . Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam . Dan dengannya kami mohon pertolongan atas segala urusan dunia dan agama . Dan Allah bersholawat atas junjungan kita Muhammad penutup para Nabi dan atas keluarganya dan sahabatnya semua . Dan tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi Maha Agung .

 

Macam-macam Hukum Islam
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan berbagai nikmat yang tidak kita dapatkan selain dari sisi-Nya. Shalawat serta salam kita hanturkan kepada Nabi Muhammad saw dan kepada seluruh Nabi Allah serta para Rasul-Nya.
Syari’at Islam mempunyai 2 sumber hukum dalam menetapkan undang-undangnya, yaitu: Al-Qur’an dan Hadits, walaupun sebagain ‘ulama’ memasukkan ijma’ dan qiyas sebagai sumber hukum syari’at Islam. Segala ketetapan di dalam agama Islam yang bersifat perintah, anjuran, larangan, pemberian pilihan atau yang sejenisnya dinamakan sebagai hukum-hukum syara’ atau hukum-hukum syari’at atau hukum-hukum agama.
Hukum syara’ adalah seruan Syari’ (pembuat hukum) yang berkaitan dengan aktivitas hamba (manusia) berupa tuntutan, penetapan dan pemberian pilihan. Dikatakan Syari’ tanpa menyebutkan Allah swt sebagai pembuat hukum karena agar sunnah Nabi Muhammad saw termasuk didalamnya. Dikatakan pula “aktivitas hamba”, tidak menggunakan mukallaf (orang yang dibebani hukum), agar hukum itu mencakup anak kecil dan orang gila.
Secara garis besar ada 5 macam hukum syara’ yang mesti diketahui oleh kita:
1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah
1. Wajib
para ‘ulama’ memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain:
Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa“. Atau “Suatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab
Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka berdosalah dia.
Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia.
Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:
(فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (النور:63
“….Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 63)
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.
Wajib atau fardhu itu dibagi menjadi dua bagian :
a. Wajib ‘ain :
Wajib ‘ain Yaitu kewajiban yang di bebankan kepada setiap orang mukallaf, seperti shalat lima waktu, puasa dan sebagainya.
b. Wajib kifâyah :
Wajib kifâyah yaitu suatu kewajiban yang sudah dianggap cukup apabila telah dikerjakan oleh sebagian orang mukallaf, dan seluruhnya akan berdosa jika tidak seorangpun dari mereka yang mengerjakanya, seperti menyolati mayit dan menguburkanya.
 
2. Sunnah:
Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa
Contoh: Nabi saw bersabda:
-صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا. -رواه البخاري و مسلم
Artinya: “Shaumlah sehari dan berbukalah sehari“. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dalam hadits ini ada perintah -صُمْ- “shaumlah”, jika perintah ini dianggap wajib, maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.
..مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ؟ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا….
“….apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu’ (melakukan yang sunnah)….” Hadits riwayat Imam Bukhari.
Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama “shaumlah” itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil:
1. Sunnah
2. Mubah
Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah yang berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa.
Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar firman Allah swt:
-لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ. -يونس: 26
Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan (disediakan) tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya)” –S.Yunus: 26-
Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagai mana firman Allah:
-هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلاّ الإِحْسَانُ. –الرحمن:60
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” S. Ar-Rahman: 60.
Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang disediakan, dan tambahan ini bisa kita sebut sebagai “ganjaran”.
Sunnat di bagi menjadi dua :
a. Sunnat muakkad
Sunnat muakkad yaitu sunnat yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan baik karena merupakan penyempurna ibadah fardlu, atau karena sunnat tersebut seringkali dilakukan oleh Nabi, seperti shalat rawâtib, shalat dua hari raya fithri dan adlha dan sebagainya.
b. Sunnat ghairu muakkad
Sunnat ghairu muakkad yaitu sunnat yang tidak sesuai dengan kriteria di atas, seperti shalat qobliyyah maghrib.
 
3. Haram:
Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang melanggarnya, berdosalah orang itu“.
Contoh: Nabi saw bersabda:
-لاَتَاْتُوا الكُهَّانَ. –رواه الطبراني
Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun“. Hadits riwayat Imam Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur’an S.An-Nur: 63.
 
4. Makruh:
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.
Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya“. Kalau dilanggar pelakunya tidak berdosa, dan jika ditinggalkan dia mendapat pahala.
Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya, dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja, lihat Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:
-إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ… –البقرة: 173
“Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah….”
Kata إِنَّمَا dalam bahasa Arab disebut sebagai “huruf hashr” yaitu huruf yang dipakai untuk membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruf “innama” ini adalah:
إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوْءِ إِذَا قُمْتُ إِلَى الصَّلاَةِ
Tidak lain melainkan aku diperintah berwudhu’ apabila aku akan mengerjakan shalat“. Hadits riwayat Imam Tirmidzi.
Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat. Lafazh إِنَّمَا pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh. Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.
contoh lainnya : menunda kewajiban tanpa sebab, melakukan sesuatu yang masih diragukan (subhat), dll.
 
5. Mubah:
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak mengerjakannya” atau “Segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya
Contoh: dalam Al-Qur’an ada perintah makan, yaitu:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” Al-A’raf: 31
Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak bisa dielak dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib, maka perintah Allah dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2 kemungkian hukum yang dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan atau minum ini adalah bersifat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika melakukannya, maka jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal itu termasuk dalam hukum mubah.
secara ringkasnya dijelaskan dalam kitab Kitab Ri’ayah al-himmah jilid 1 bab fikih
Tanbihun – Melanjutkan pembahasan tentang Definisi Hukum Syara’, Akal dan Adat , diteruskan dengan penjelasan definisi Ahkamul khamsah atau hukum-hukum Islam yang lima ;
  1. Wajib, yaitu :  Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan mendapatkan siksa. Seperti shalat fardhu, puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, haji dan lainnya. Wajib ini menunjukkan perintah yang tetap.
  2. Sunnah, yakni : Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyyatul masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.
  3. Haram, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat siksa. Seperti minum arak, berbuat zina, mencuri, dan lain sebagainya. Haram ini menunjukkan larangan yang tetap.
  4. Makruh, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap.
  5. Mubah, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama saja tidak mendapat pahala atau siksa. Seperti makan, minum. Mubah ini tidak menunjukkan perintah yang tetap atau yang tidak tetap. dan tidak menunjukkan larangan tetap atau laraangan tidak tetap.
 
WaLLAHU a’lam bis shawaab

۞ Rukun Islamclick to collapse contents


۞ Rukun Islam ۞


(فصل) أركان الإسلام خمسة : شهادة أن لاإله إلاالله وأن محمد رسول الله وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة , و صوم رمضان ، وحج البيت من استطاع إليه سبيلا .

 

Rukun Islam

 

Arkaanul Islaami Khomsatun : Syahaadatu An Laa Ilaaha Illallaahu Wa Annna Muhammadan Rosuulullaahi , Wa Iqoomushsholaati , Wa Iitaauzzakaati , Wa Shoumu Romadhoona , Wa Hijjul Baiti Man Istathoo'a Ilaihi Sabiilan . 

Rukun-rukun Islam yaitu 5 : Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah , dan Mendirikan Sholat , dan Memberikan Zakat , dan Puasa Bulan Romadhon , dan Pergi Haji bagi yg mampu kepadanya berjalan .
 

(Fasal Satu)

Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:

1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusanNya.
2. Mendirikan sholat (lima waktu).
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa Romadhan.
5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.

۞ Rukun Imanclick to collapse contents


۞ Rukun Iman ۞


(فصل ) أركان الإيمان ستة: أن تؤمن بالله ، وملائكته، وكتبه ، وباليوم الآخر ، وبالقدر خيره وشره من الله تعالى .

 

Rukun Iman

Arkaanul Iimaani Sittatun : An Tu'mina Billaahi , Wa Malaaikatihii , Wa Kutubihii , Wa Rusulihii , Walyaumil Aakhiri , Wabilqodari Khoyrihi Wasyarrihi Minalaahi Ta'aalaa . 

Rukun-rukun Iman yaitu 6 : Bahwa engkau beriman dengan Allah , dan para Malaikatnya , dan kitab-kitabnya , dan para Rosulnya , dan hari akhir , dan taqdir baiknya dan taqdir buruknya dari Allah Ta'ala .

 

 

Rukun iman ada enam, yaitu:

1. Beriman kepada Allah SWT.
2. Beriman kepada sekalian Mala'ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah SWT.

۞ Arti Syahadatclick to collapse contents


۞ Arti Syahadat ۞


(فصل ) ومعنى لاإله إلاالله : لامعبود بحق في الوجود إلا الله .

 

Syahadat

 

Wama'naa Laa Ilaaha Illallaahu Laa Ma'buda Bihaqqin Fil Wujuudi Illallaahu . 

Dan makna kalimat Laa Ilaha Illallahu yaitu tidak ada yang disembah dengan sebenar-benarnya pada keadaan kecuali Allah .
 
Yang dimaksud dengan ucapan "Laa ilaha illah", adalah menyatakan dan meyakini bahwa tiada yang wajib disembah dengan haq (Sebenar-benarnya) di alam semesta ini kecuali hanya Allah SWT semata.

۞ Tanda Balighclick to collapse contents


۞ Tanda Baligh ۞

(فصل ) علامات البلوغ ثلاث : تمام خمس عشرة سنه في الذكروالأنثى ، والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين ، و الحيض في الأنثى لتسع سنين .

 

Tanda-tanda Baligh

'Alaamaatul Buluughi Tsalaatsun : Tamaamu Khomsa 'Asyaro Sanatan Fidzdzakari Wal Untsaa , Wal Ihtilaamu Fidzdzakari Wal Untsaa Litis'i Siniina , Wal Haidhu Fil Untsaa Litis'i Siniina .

Tanda-tanda Baligh yaitu 3 : Sempurna umurnya 15 tahun pada laki-laki dan perempuan , dan mimpi pada laki-laki dan perempuan bagi umur 9 tahun , dan dapat haid pada perempuan bagi umur 9 tahun

 

 
 
 
Adapun tanda-tanda baligh (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:

1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) atau keluarnya air sperma terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun dengan hitungan tanggal Qomariyyah (Hijriyah).
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun 
dengan hitungan tanggal Qomariyyah (Hijriyah).

۞ Syarat Istinjaclick to collapse contents


۞ Syarat Istinja ۞

(فصل) شروط إجزاء الحَجَرْ ثمانية: أن يكون بثلاثة أحجار ، وأن ينقي المحل ، وأن لا يجف النجس ، ولا ينتقل ، ولا يطرأ عليه آخر ، ولا يجاوز صفحته وحشفته ، ولا يصيبه ماء ، وأن تكون الأحجار طاهرة.

 

Syarat Istinja

 

Syuruuthul Istinjaai Bilhajari Tsamaaniyatun : An Yakuuna Bitsalaatsati Ahjaarin , Wa An Yunqiya Al-Mahalla , Wa An Laa Yajiffa An-Najisu , Walaa Yantaqila , Walaa Yathroa 'Alaihi Aakhoru , Walaa Yujaawiza Shofhatahu Wahasyafatahu , Walaa Yushiibahu Maaun , Wa An Laa Takuuna Al-Ahjaaru Thoohirotan . 

Syarat-syarat Istinja dengan batu yaitu 8 : Bahwa adalah orang yg berisitinja itu dengan 3 batu , dan bahwa ia membersihkan tempat keluarnya najis , dan bahwa tidak kering najisnya itu , dan tidak berpindah najisnya itu , dan tidak datang atasnya oleh najis yg lain , dan jangan melampaui najisnya itu akan shofhahnya dan hasyafahnya , dan jangan mengenai najis itu akan ia oleh air , dan bahwa adalah batunya itu suci .
 
Syarat boleh 'sahnya' bersuci dari kencing atau buang air besar menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:

1. Menggunakan tiga batu.
2. Masing-masing dari ketiga batun tersebut sudah bisa mensucikan/membersihkan tempat keluar najis dengan batu tersebut (dubur atau pun qubul).
3. Najis belum kering. Kalau sudah kering maka harus menggunakan air.
4. Najis tersebut belum berpindah dari tempat keluarnya. kalau sudah pindah harus menggunakan air.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis, jadi tidak boleh bercampur dengan lainnya, kalau sudah bercampur dengan yang lain maka harus menggunakan air.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan). Tidak melampaui "hasyafah" (bila buang air kecil) dan tidak melampaui "shofhah" (bila buang air besar). Kalau sudah melampui dua batas itu maka harus menggunakan air.
7. Najis tersebut tidak terkena air . kalau terkena air maka harus diteruskan menggunakan air
8. Batu tersebut harus suci.
 
Perhatian
  1. Yang dimaksud dengan batu disini bukanlah batu yang dalam pengertian umum kita, akan tetapi segala sesuatu yang dapat mencabut/membersihkan kotoran dengan bersih, sperti kayu, kain, tissue atau lainnya.
  2. ada beberapa syarat yang tambahan dalam kitab fiqih besar lainnya, yaitu :
    1. Batu yang digunakan tidak boleh yang musta'mal. (sudah bekas digunakan)
    2. Batu yang digunakan tidaklah sesuatu yang dihormati.
    3. Istinja' harus dengan sesuatu benda padat yang dapat mencabut kotoran dari tempatnya.

۞ Fardhu Wudhuclick to collapse contents


۞ Fardhu Wudhu ۞

Fardhu Wudhu
Furuudh Al-Wudhuui Sittatun : Al-Awwalu Anniyyatu , Ats-Tsaani Ghoslu Al-Wajhi , Ats-Tsaalitsu Ghoslu Al-Yadaini Ma'a Al-Mirfaqoini , Ar-Roobi'u Mashu Syaiin Min Ar-Ro'si , Al-Khoomisu Ghoslu Ar-Rijlaini Ilaa Al-Ka'baini , As-Saadisu At-Tartiibu .

Fardhu-fardhu Wudhu yaitu 6 : Yang pertama Niat , yang kedua membasuh wajah ,  yang  ketiga membasuh 2 tangan beserta 2 sikut ,  yang  keempat menyapu sebagian dari kepala ,  yang  kelima membasuh 2 kaki sampai 2 mata kaki ,  yang  keenam tertib

Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat
Disetiap ibadah, kita diharuskan memulai dengan niat, begitu pula wudhu, wudhu’ juga harus dimulai dengan niat.
Sebagaimana sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam,
« لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ »
“Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu”.[ HR. Bukhori no. 135, Muslim no. 225 ]
"Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat" (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Mawardi mendifinisikan niat dengan qasdu syai’in muqtarinan bifi’lihi. Yaitu menyengaja sesuatu berbarengan dengan pelaksanaannya. Oleh karena itu ber-niat dalam wudhu harus dibarengkan dengan pelaksanaannya yaitu ketika membasuh muka. Karena membasuh muka merupakan hal pertama yang dilakukan dalam berwudhu. Seperti halnya niat sholat yang harus berbarengan dengan pengucapan takbiratul ihram (Allahu Akbar).
Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita dalam KitabNya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6).
Dan sebagaimana lazim niat wudhu’ orang-orang islam diseluruh dunia, inilah bacaan niat ketika hendak memulai wudhu’ :
نويت الوضوء لرفع الحدث الأصغر لله تعالى

2. Membasuh Wajah
Fardhu yang kedua adalah membasuh wajah, adapun wajah mempunyai batasan, yaitu dari pangkal kening hingga ujung dagu, dan diantara 2 anak telinga. Maka batasan itu harus terkena air saat kita membasuh wajah kita.
Membasuh muka seluruhnya dari batas rambut sampai ke dagu dan dari batas telinga kanan sampai ke telinga kiri.
Allah berfirman: ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,” al-Maidah,6
Jika seseorang memiliki jenggot yang tebal maka cukup membasuh luarnya saja,  sesuai dengan hadist Rasulullah saw bahwa beliau berwudhu maka beliau mengambil seciduk air lalu membasuh mukanya (HR Bukhari). Satu cidukan air tidak cukup untuk membasuh dagu karena tebalnya jenggot beliau yang mulia.
3. Membasuh tangan hingga siku.
Fardhu  yang  ketiga adalah membasuh kedua tangan kita dimulai dari ujung jari sampai ujung siku, atau sebaliknya tidak masalah,  yang  terpenting adalah tidak ada sesuatu apapun  yang  menghalangi air masuk ke kulit.
4. mengusap sebagian kepala.
Fardhu  yang  ke empat adalah mengusapkan air kekepala, diperbolehkan hanya mengusap Rambut, asalkan rambut Ɣƍ diusap tidak melebih dari bagian kepala, seperti ujung rambut panjang pada wanita.
Allah berfirman: “dan sapulah kepalamu”. Al-Madinah, 6
Sesuai dengan hadist Rasulallah saw: ”bahwa Rasulallah saw berwudhu;lalu mengusap jambul dan atas serbannya” (HR.Muslim)

5. membasuh kaki hingga mata kaki.
Anggota selanjutnya adalah kaki, diwajibkan mengalirkan air dari ujung jari kaki sampai mata kaki atau sebaliknya.
Allah berfirman: “dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. al-Maidah,:6
6. tertib
Dan  yang  terakhir adalah melakukan 5 fardhu-fardhu diatas dgn tertib, tertib disini adalah melakukan fardhu dgn fadhu  yang  lain secara berurutan.
Tertib artinya teratur seperti membasuh muka dahulu baru tangan, tidak boleh sebaliknya sesuai dengan yang diajarkan Allah dalam ayat tersebut di atas dan hadist Rasulallah saw bahwa beliau tidak berwudhu’ kecuali dengan tertib

Maka, jika telah melakukan fardhu-fardhu  yang  disebutkan diatas, maka sah lah wudhu kita, dan kita boleh melakukan sholat, memegang Al-Quran, atau ibadah-ibadah lain yang diharuskan atau disunnahkan berwudhu sebelumnya.
Adapun berkumur-kumur, membasuh hidung, dan lainnya adalah hal sunnah, akan tetapi alangkah baiknya kita melakukan sunnah-sunnahnya, sehingga wudhu kita pun menjadi sempurna.
Diantara sunnah-sunnah wudhu adalah :
1. Memakai siwak atau mengosok gigi sebeulm berwudhu.
Rasulallah saw mengajarkan umatnya dengan sabdanya: “Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR Bukhari Muslim).
Sunah ini dilakukan kapan waktu ingin berwudhu kecuali di bulan puasa hukumnya makruh menggunakan siwak setelah waktu dhuhur.
Rasulallah saw bersabda: “Bau mulut orang yang berpuasa bagi Allah lebih wangi dari pada wangi misik” (HR Bukhari Muslim)

2. Membaca bismillah, dimulai dari pertama mencuci kedua telapak tangan.
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw: “berwudhulah kamu dengan bismillah – dengan nama Allah.” (HR al-Baihaqi dengan isnad jayyid)

3. Mencuci kedua telapak tangan.
Ustman dan Ali ra menyipatkan wudhu Rasulallah saw bahwa beliau mencuci tangan tiga kali (HR Bukhari Muslim)

4. Berkumur tiga kali
5. Memasukan air ke hidung dan mengeluarkanya.
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Tidaklah seorang diantara kalian mendekati air wudhunya, lalu dia berkumur, memasukkan air kedalam hidung dan membuangnya, kecuali keluar dosa-dosanya dari rongga hidungnya bersama sama air” (HR Muslim)

6- Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang
Sesuai dengan wudhu Rasulallah saw yang disipatkan oleh Abdullah bin Zeid ra “maka beliau mengusap kepalanya dengan kedua tanganya dari depan ke belakang dan dari belakan ke depan” (HR Bukhari Muslim)

7. Mengusap kedua telinga luar dan dalamnya dengan air baru.
Sesuai dengan wudhu Rasulallah saw: ”sesungguhnya beliau mengusap kepalanya dan kedua telinganya luar dan dalam lalu memasukan kedua jari telunjuknya kedalam lubang lubang telinganya (HR Abu Dawud dan an-Nasai’ – hadist hasan)

8. Membasuh jenggot yang tebal atau memasukan air wudhu ke dalam selah-selah jenggot dengan jari jari tangan.
Hal ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulallah saw ketika berwudhu, ”beliau membasuh jenggotnya (dengan jari jari tangan)” (HR at-Tirmidzi)

9. Mecuci selah-selah tangan dan kaki.
Pernah Rasulallah saw bersabda kepada al-Qaith bin Shabrah: “Sempurnahkanlah wudhu’ dan cucilah selah-selah jari-jari” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan isnad shahih)

10. Mendahulukan yang kanan sebelum yang kiri.
Ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: ”Sesungguhnya Rasulallah saw menyukai yang kanan dalam segala urusanya, dalam berwudhu, dalam berjalan dan dalam memakai sandalnya” (HR Bukhari Muslim)

11. Membasuh dan mengusap semua anggota wudhu tiga kali-tiga kali
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Ustman bin Affan ra, ia berkata: ”sesungguhnya Rasulallah saw berwudhu tiga kali-tiga kali.” (HR Muslim)

12. Melebihi pengusapan kepala, begitu pula kedua tangan sampai ke atas siku dan kaki sampai di atas mata kaki.
Rasulallah saw berwasiat kepada umatnya dengan sabdanya: ”Akan datang umatku mereka memiliki cahaya putih di muka, cahaya putih di tangan dan cahaya putih di kaki pada hari kiamat karena penyempurnaan wudhu. Maka barang siapa di antara kalian yang mampu, hendaklah ia memanjangkan cahaya putih tersebut” (HR Bukhari Muslim)

13. Membaca do’a setelah selesai wudhu. Do’anya:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ  أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
”Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci. Maha Suci Engkau ya Allah, aku memuji kepadaMu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku minta ampun dan bertobat kepadaMu”

Rasulallah saw bersabda “barang siapa berwudhu lalu berkata:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
 ”Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya”, dibukakan baginya delapan pintu pintu surga dan masuk ke dalam pintu yang ia sukai (HR Muslim).

Begitu pula dalam hadist yang lain “Barang siapa bewudhu’ dan setelah selesai dari wudhunya ia berkata:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

”saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci”,dibukakan baginya pintu pintu surga dan masuk ke dalam pintu yang ia sukai (HR at-Tirmidzi, al-Bazzar dan at-Thabrani)

Dalam hadist lainnya Rasulallah saw bersabda: “Barangsiapa berwudu lalu berdo’a:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ  أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
“Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan bertaubat pada-Mu”,
maka akan dicatat baginya di kertas dan dicetak sehingga tidak akan rusak hingga hari kiamat.” (HR an-Nasai’, al-Hakim dalam al-Mustadrak)

Dari Humran ra bahwa Utsman ra meminta dibawakan seember air, kemudian beliau mencuci kedua tapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur, kemudian memasukkan air ke hidung, kemudian mengeluarkannya. Lalu beliau membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kanan hingga siku tiga kali, kemudian tangan yang kiri demikian juga, kemudian mengusap kepalanya, kemudian mencuci kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, kemudian kaki kiri sedemikian juga, kemudian beliau berkata, "Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu sebagaimana wudhu'-ku ini. (HR Muttafaq 'alaihi)
Hadits ini menjelaskan tata urutan wudhu' Utsman bin Affan yang kemudian dikatakan bahwa begitulah Rasulullah SAW bila berwudhu'. Namun hadits ini tidak merinci mana yang merupakan rukun, wajib dan sunnnah wudhu'.
Batas membasuh tangan saat wudhu adalah hingga siku, dengan lafadz "ila" yang bermakna bahw siku ikut juga dibasuh. Ini berbeda dengan batas aurat laki-laki yang antara pusat dan lutut, sehingga lutut dan pusatnya sendiri bukan termasuk aurat.
Hadits ini juga menjelaskan bahwa sunnah membasuh tangan dan kaki tiga kali, dengan cara tangan atau kaki kanan dibasuh tiga kali lebih dulu, baru kemudian tangan atau kaki kiri dibasuh tiga kali setelahnya.
Kalau kita buka kitab-kitab fiqih, kita akan dapati para ulama telah membuat batasan dan klasifikasi hukum wudhu', mana yang hukumnya wajib dan mana yang hukumnya sunnah.
1. Wudhu' Yang Hukumnya Fardhu/ Wajib
Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini:
a. Melakukan Shalat
Baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah: 6)
Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu'. Dan tidak ada wudhu' bagi yang tidak menyebut nama Allah.(HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu`) (HR Bukhari dan Muslim)
b. Untuk Menyentuh Mushaf Al-Quran Al-Kariem
Meskipun tulisan ayat Al-Quran Al-Kariem itu hanya ditulis di atas kertas biasa atau di dinding atau ditulis di pada uang kertas. Ini merupakan pendapat jumhur ulama yang didasarkan kepada ayat Al-Quran Al-Kariem.
Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci. (QS. Al-Waqi`ah: 79)
Serta hadits Rasulullah SAW berikut ini:
Tidaklah menyentuh Al-Quran Al-Kariem kecuali orang yang suci.(HR Ad-Daruquhtny: hadits dhaif namun Ibnu Hajar mengatakan: Laa ba`sa bihi)
c. Saat Ibadah Tawaf di Seputar Ka`bah
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.(HR Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy)

2. Wudhu' Yang Hukumnya Sunnah
Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini:
a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak. (HR Ahmad dengan isnad yang shahih)
Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu` pada setiap kondisinya, bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang baik untuk diamalkan.
Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidaklah menjaga wudhu` kecuali orang yang beriman`. (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi)
c. Ketika Akan Tidur
Disunnahkan untuk berwuhu ketika akan tidur, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:
Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu.. (HR Bukhari dan Tirmizy).
d. Sebelum Mandi Janabah
Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keaaan junub mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW:
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, beliau berwudhu` terlebih dahulu. (HR Ahmad dan Muslim)
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk shalat. (HR Jamaah)
Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami isteri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini:
Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Bila kamu berhubungan seksual dengan isterimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu.(HR Jamaah kecuali Bukhari)
e. Ketika Marah
Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`.
Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. (HR Ahmad dalam musnadnya)
f. Ketika Membaca Al-Quran
Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Kariem adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca kitab-kitab syariah.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan pelajaran hadits kepada murid-muridnya, beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW.
g. Ketika Melantunkan Azan, Iqamat
Disunnahkan untuk berwudhu' pada saat seorang muadzdzin melantunkan adzan dan iqamat untuk memanggil orang melakukan shalat.
h. Ziarah Ke Makam Nabi SAW
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, seorang ulama kontemporer dari Syiria menyatakan dalam kitabnya bahwa kita disunnahkan untuk berwudhu' manakala kita datang berziarah ke makam nabi Muhammad SAW di dalam masjid nabawi.
i. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah
Beliau juga mengatakan bahwa berwudhu' disunnahkan manakala memegang atau membaca kitab-kitab syariah. Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib. (lihat Al-Fiqhul Islami wa adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 hal 362).
Demikian sekilas tentang momen-momen yang dianjurkan kepada kita untuk berwudhu' di dalamnya. Semoga kita bisa mengamalkannya untuk menambah banyak pahala di akhirat nanti.
Wallahu a'lam bishshawab

۞ Mengkafani Jenazahclick to collapse contents


۞ Mengkafani Jenazah ۞

FASLUN. AQOLLUL-KAFANI TSAUBUN YU’UMMUHU, WA AKMALUHU LIR-ROJULI TSALATSU LAFAIFA, WA LIL-MAR’ATI QOMISHUN WA KHIMARUN WA IZARUN WA LAFAFATANI.

 

Cara mengkafani:

 

Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Batasan mengkafani mayit.
Batas minimal mengkafani mayit adalah baju atau pakean yang dapat menutupi sekujur tubuh mayit. Artinya baju yang dapat menutupi sekujur tubuh kecuali kepalanya mayit.
Batas maksimal dan yang paling sempurna kafan bagi mayat laki-laki adalah tiga lapis kain yang dapat menutup sekujur tubuhnya. Sementara kafan yang paling sempurna bagi mayat perempuan adalah baju gamis, baju kurung, kain jarik (nyamping atau izar) dan dua lapis kain.

۞ Mengubur Jenazahclick to collapse contents


۞ Mengubur Jenazah ۞

FASLUN. AQOLLU AD-DAFNI HAFROTUN TAKTUMU ROIHATUHU WA TAHRISUHU MIN AS-SIBA’I. WA AKMALUHU QOMATUN WA BASTHATUN, WA YUDHA’U KHODDAHU ‘ALA AT-TUROB, WA YAJIBU TAUJIHUHU ILA AL-QIBLAT.

 

Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Penguburan Janazah.
Batas minimal liang lahat bagi kuburan janazah adalah lubang yang dapat menyimpan dan meredam bau busuk mayat dan menjaganya dari hewan atau binatang buas. Artinya liang lahat yang dapat menyimpan bau busuk mayat dengan sekiranya bau busuknya tidak sampai keluar dari lubang dan terbawa oleh angin menyebar ke seluruh sekitar lingkungannya yang dapat menyebabkan polusi udara. Dan lubang tersebut juga dapat menyimpannya sekiranya tidak dapat dibongkar dan dibuka oleh binatang buas yang akan memangsannya.
Sedangkan batas maksimal liang lahat bagi jenazah adalah kedalamannya sedalam dan sepanjang orang yang sedang berdiri sambil mengangkatkan tangannya, pipi janazah sebelah kanan diletakkan di atas tanah, dan wajib menghadapkan janazah ke arah kiblat

 

۞ Menggali Kuburanclick to collapse contents


۞ Menggali Kuburan ۞

FASLUN. YUNBASYU AL-MAYYITU LI-ARBA’I KHISHOLIN. LIL-GHUSLI IDZA LAM YATAGHOYYAR. WA LI TAUJIHIHI ILA AL-QIBLATI. WA LI AL-MALI IDZA DUFINA MA’AHU. WA LI AL-MAR’ATI IDA DUFINA JANINUHA MA’AHA WA AMKANAT HAYATUHU.

 

Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:

 

1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Kuburan mayit boleh dibuka atau dibongkar dengan adanya empat (4) sebab. Pertama, karena hendak memandikannya jika mayat belum berubah, atau belum hancur dan membusuk. Artinya ketika mayat—mungkin karena lupa—belum dimandikan kemudian dikuburkan dengan begitu saja, maka kuburannya boleh dibuka kembali bertujuan hendak memandikannya.
Kedua, karena hendak menghadapkan mayat ke arah kiblat. Jika mayat dalam posisi berpaling dari arah kiblat atau telungkup, maka kuburannya boleh dibuka dan posisi mayat dibenahi agar menghadap kiblat.
Ketiga, mengambil harta atau materi yang terkubur bersama mayat.
Keempat, bagi mayat perempuan yang dikuburkan beserta janin yang dikandungnya di dalam perut dengan sekiranya dimungkinkan atau ada harapan janinnya bisa hidup. Artinya demi menyelamatkan janin yang ada di dalam perut mayit, yang masih ada harapan hidup, maka boleh dibongkar kembali kuburannya tersebut.

۞ Isti'anaclick to collapse contents


۞ Isti'ana ۞

ASLUN. AL-ISTI’ANATU ARBA’U KHISHOLIN. MUBAHATUN, WA KHILAT AL-AULA, WA MAKRUHAH, WA WAJIBAH. FA AL-MUBAHATU HIYA TAQRIBU AL-MA’I. WA KHILAFU AL-AULAI HIYA SHOBBU AL-MA’I ‘ALA NAHWI AL-MUTAWADDHI’. WA AL-MAKRUHATU HIYA LI-MAN YAGHSILU A’DHA’AHU. WA AL-WAJIBATU HIYA LIL-MARIDLI ‘INDA AL-‘IJZI.

 

Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:

 

1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.v
Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.v
Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.v
Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).v

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Macam-macam pertolongan ada empat (4) hukumnya menurut syariat Islam, yaitu hukum mubah (diperbolehkan), khilaf al-aula (tidak yang lebih utama), makruh, dan makruh.
Pertama, pertolongan yang diperbolehkan adalah mendatangkan atau memberikan air.
Kedua, pertolongan yang dihukumi khilaf al-aula (tidak yang lebih utama) adalah mengalirkan atau mengucurkan air pada orang yang berwudhu.
Ketiga, makruh memberikan pertolongan pada orang yang mampu membasuh anggota badanya sendiri.
Keempat, wajib memperikan pertolongan bagi orang yang sedang sakit ketika ia tidak mampu membasuhnya sendiri.

۞ Harta Wajib Zakatclick to collapse contents


۞ Harta Wajib Zakat ۞

FASLUN. AL-AMWALU AL-LATI FIHA AZ-ZAKATU SITTATU ANWA’IN. AN-NA’AMU WA AN-NAQDANU, WA AL-MU’SYIROTU, WA AMWALU AT-TIJAROTI. WAJIBUHA RUB’U ‘ASYARI QYMATI ‘URUDL AT-TIJAROTI, WA AR-RIKAZI, WA AL-MA’DANI.

 

Zakat. Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:

 

1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Harta atau banda yang wajib dizakati ada enam macam. Pertama, binatang ternak. Yang dimaksud dengan binatang ternak yang wajib dizakait yaitu Unta, sapi, kerbau dan kambing. Sedangkan Jaran tidak wajib dizakati.
Kedua, emas dan perak.
Ketiga, pertanian dan tumbuh-tumbuhan yang ditanam dalam kebiasaan para petani yang wajib dikeluarkan zakatnya sepersepuluh, 10%.
Keempat, harta dagangan. Ada beberapa syarat bagi harta dagangan yang wajib dizakati, di antaranya yaitu harta secara sempurna milik sendiri, harta diniati untuk berdagang, sudah mencapai satu tahun (haul), dan nilainya sudah mencapai satu nishab.
Kelima, harta yang tertimbun atau biasa diistilahkan dengan harta karun. Seperti harta milik orang-orang terdahulu yang tertimbun tanah dan ditemukan oleh seseorang, maka harta itu wajib dizakati.
Keenam, tambang, yaitu tempat yang diciptakan oleh Allah mengandung emas atau perak. Tambang wajib dizakati jika sudah mencapai satu nishab, maka zakatnya seperempat.

Prosentase zakat:

1. Jenis harta           : Emas Murni
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

2. Jenis harta           : Perhiasan,
Perabotan/Perlengkapan Rumah Tangga
dari Emas
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

3. Jenis harta           : Perak
Nisab                       : Senilai 642gr Perak
Murni
kadar                       : 2,5%
waktu                       : Tiap Tahun

4. Jenis harta           : Perhiasan,
Perabotan/Perlengkapan Rumah Tangga
dari Perak
Nisab                       : Senilai 642gr Perak
Murni
kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

5. Jenis harta           : Logam Mulia selain Perak
seperti Platina, dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

6. Jenis harta           : Batu Permata, seperti Intan
Berlian, dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

7. Jenis harta           : Uang Simpanan, Deposito,
Giro, Cek, dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

8. Jenis usaha           : Industri seperti Semen,
Pupuk, Tekstil, dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

9. Jenis usaha           : Perdagangan, Export/Import,
Kontraktor, Real
Estate,
Percetakan/Penerbitan, Swalayan / Supermarket, dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

10.Jenis usaha  : Usaha Perhotelan, Hiburan, Restoran,
dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

11.Jenis Usaha           : Jasa Konsultan, Notaris,
Komisioner, Travel
Biro, Salon,
Transportasi, Pergudangan, Perengkelan, Akuntan,
Dokter, dsb.
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun

12.Hasil Pertanian             : Padi
Nisab                       : 815 Kg Beras / 1481
Kg Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

13.Hasil pertanian             : Biji-bijian: Jagung,
Kacang, Kedelai, dsb.
Nisab                       : 815 Kg Beras / 1481
Kg Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

14.Hasil pertanian             : Tanaman Hias, seperti
Anggrek dan Segala
Jenis
Bunga-Bungaan
Nisab                       : 815 Kg Beras / 1481
Kg Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

15.Hasil pertanian             : Rumput-rumputan:
Rumput Hias, Tebu, Bambu.
Nisab                       : 815 Kg Beras / 1481
Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

16.Hasil pertanian             : Buah-buah: Mangga,
Jeruk, Pisang, Kelapa,
Rambutan,
Durian, dsb.
Nisab                       : 815 Kg Gabah / 1481
Kg Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

17.Hasil pertanian             : Sayur-sayuran:
Bawang, Wortel, Cabe, dsb.
Nisab                       : 815 Kg Gabah / 1481
kg Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

18.Hasil pertanian             : Segala Jenis
Tumbuh-tumbuhan lainnya yang
bernilai
Ekonomis
Nisab                       : 815 Kg Gabah / 1481
Kg Gabah
Kadar                       : 5%-10%
Waktu                       : Tiap Panen

19.Jenis usaha                       : Usaha
Perkebunan dan Perikanan
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 2,5%
Waktu                       : Tiap Tahun


20.Hasil Peternakan            : Kambing, Domba,
Biri-biri, dsb.
Nisab                       : a. 40-120 ekor
b. 121-200 ekor
Kadar                       : a. 1 ekor umur 1
tahun
b. 1 ekor umur 1 tahun
Waktu           : Tiap Tahun
Keterangan            : setiap bertambah 100 ekor,
zakat-nya tambah 1
ekor umur 1
thn.

22.Hasil peternakan            : Sapi, Kerbau, Kuda
Nisab                       : a. 30 ekor
b. 40 ekor
Kadar                       : a. 1 ekor umur 1 thn
b. 1 ekor umur 1 thn
Waktu                       : Tiap Tahun
Keterangan            : Setiap Bertambah 30 ekor
zakat-nya tambah 1 ekor
umur 1 thn,
Setiap bertambah 40 ekor
zakat-nya tambah 1 ekor
umur 2 thn

23.Jenis harta: Harta Terpendam (HartaKarun)
Nisab                       : Senilai 85gr Emas
Murni
Kadar                       : 20%
Waktu                       : Ketika memperoleh

24.ZAKAT FITRAH          : Makanan Pokok (Beras, Gabah
dan sejenisnya)
Kadar                                   : 2,5Kg /
3,5 Lt.
Waktu                                   : Akhir
Bulan Ramadhan (Tiap

۞ Yang Tidak Membatal Puasaclick to collapse contents


۞ Yang Tidak Membatal Puasa ۞

FASLUN. AL-LADZI LA YUFTHIRU MIMMA YASHILU ILA AL-JAUFI SAB’ATU AFRODIN, MA YASHILU ILA AL-JAUF BI-NISYANIN AU JAHLIN AU IKROHIN WA BI-JIRYANI RIQIN BI-MA BAYNA ASNANIHI WA QOD ‘AJIZA ‘AN MAJJIHI LI-‘UDZRIHI.
WA MA WASHOLA ILA AL-JAUF WA KANA GUBARA THORIQIN WA MA WASHOLA ILAIHI WA KANA GURBALATA DAQIQIN ATU DUBABAN THAIRAN AU NAHWAHU.
WA AL-LAHU A’LAM BI AS-SHOWAB. NAS’ALU AL-LAHA AL-KARIM BI-JAHI NABIYYIHI AL-WASYIM AN YUKHRIJADI MIN AD-DUNYA MUSLIMAN WA WALIDAYYA WA AHIBBA’Y WA MAN ILAYYA INTAMA WA AN YAGHFIROLY WA LAHUM MUQHIMATIN WA LAMAMA WA SHOLA ALLOHU ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMAD IBNU ‘ABDULLAHI BIN ‘ABDU AL-MUTHALLIBI BIN HASYIM BIN ‘ABDU MANAFIN WA ROSULI AL-MALAHIM HABIBI ALLAH AL-FATIH AL-KHOTIM WA ALIHI WA SOHBOHI AJMA’IN WA AL-HAMDU LILLAHI ROBBI AL-‘ALAMINA.
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Ada tujuh kondisi atau keadaan yang menyebabkan tidak membatalkan puasa segenap sesuatu yang sampai dan masuk ke dalam perut seseorang. Pertama, dengan sebab lupa. Sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang lupa bahwa ia adalah orang yang sedang berpuasa, kemudian makan atau minum maka orang itu harus tetap melanjutkan dan menyempurnakan puasanya, sedangkan makanan dan minuman yang tertelah adalah pemberian Allah bagi dirinya”, diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, dan hadits tersebut termasuk hadits sahih.
Kedua, dengan sebab tidak tahu. Ketiga, dipaksa agar makan atau minum.
Keempat, mengalirnya ludah yang ada di antara sela-sela gigi dan tidak mampu untuk meludahkan atau mengeluarkannya disebabkan ada udzur. Berbeda dengan riak atau dahak yang dapat dikeluarkan dengan mudah, maka harus dikeluarkan dan tidak boleh ditelan. Demikian juga semisal ada sisa-sisa Kopi di dalam mulut, lidah dan gigi seseorang yang kebetulan minum kopi menjelang fajar, maka sisa-sisa Kopi itu harus dikeluarkan dari mulutnya sampai tidak tersisa.
Kelima, debu jalanan yang masuk ke dalam perut, baik debu yang suci atau najis—meskipun najis mughalladhah maka tidak membatalkan puasa.
Keenam, debunya gelepung atau tepung terigu atau aci yang berterbangan masuk ke dalam perut seseorang maka tidak membatalkan puasa.
Ketujuh, lalat atau nyamuk dan sesamanya yang terbang memasuki mulut seseorang kemudian tertelan, maka tidak membatalkan puasa sebab susah untuk dihindarinya.
Akhir kata sebagai kata penutup (epilog) kitab as-Safinah an-Najah ini, penulis kitab ini mengatakan dengan penuh kerendahan hatinya bahwa hanya Allah yang maha mengetahui hakikat kebenaran. Kami memohon kepada Allah, dengan ditempatkan bersama Nabi dan para rasulNya yang agung, agar Allah mengeluarkan kami dari dunia dalam keadaan muslim, demikian juga kedua orang tua, dan kami berharap supaya Allah memberikan maaf dan ampunannya pada kami, para kekasih dan orang-orang yang sebangsa dan setanah air dengan kami atas dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang telah kami perbuat.